Agar Anak Taat Pada Aturan

Kamis, 16 Oktober 2014 | 0 comments

Saya menyebarkan tulisan ini, dengan latarbelakang:

1. Janji kepada seorang sahabat di media sosial

2. Saya pernah ikut training Pak Ihsan B.I. Bukhari

3. Mengingatkan diri sendiri dan mengajak orang lain agar mendapatkan pengetahuan yang baik tentang bagaimana menjadi orang tua yang shaleh

Written By:
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Direktur Auladi Parenting School
Pembicara Parenting di 7 negara
(Jerman, Austria, Swiss, Jepang, Arab Saudi, Malaysia, Indonesia)
dan Pembicara Nasional Parenting di 24 Propinsi, lebih dari 80 Kota di Indonesia
www.auladi.net | inspirasipspa@yahoo.com


Mengapa ada yang begitu saja mudah nurut pada orangtua sementara yang lainnya tidak nurut? Mengapa ada anak yang orangtuanya berkata “tidak” sekali saja bahkan sambil senyum lalu anaknya tidak nangis, tidak teriak dan tidak guling-guling meski orangtuanya menolak untuk memberikan mainan atau es krim?

Mengapa ada anak yang bisa taat pada aturan yang telah dibuat tapi ada anak yang lain tidak menaatinya?

Ada banyak orangtua yang curhat pada saya bahwa mereka sudah memberi aturan tapi anak terus melanggar aturan tersebut.  Mari kita perhatikan salah satu contoh dari curhat salah seorang orangtua berikut:

“Abah mohon saran dan solusinya. Saya ibu dari 2 orang putri. Anak pertama mau 5 tahun dan anak kedua umur 1 tahun.  Saya mengalami sedikit masalah dengan si sulung. Dia tipe yang agak susah dibangunkan. Kalau waktunya ngaji, banyak alasan. Kebetula sekolahnya di tempat sendiri yang ngajar juga sendiri. Hambatan di sekolah kadang dia nggak nurut aturan.  Waktu teman-temannya sholat dia malah sibuk sendiri. Waktunya belajar dia kadang seenaknya sendiri. Istilah orang Jatim sih katanya “mbulet”.

Padahal kalau waktunya sekolah perhatian saya kan terbagi dengan teman-teman dia. Maunya dia diperhatikan saya terus. Kadang saya geregetan ngelihat tingkah polahnya sampai kemarin karena nggak tahan dengan sikap mbuletnya saya kelepasan mukul dia. Selanjutnya hati saya menangis bah, merasa diri saya belum menjadi orangtua yang baik. “

Maka, akan saya tanggapi lebih lengkap disini. Anak-anak yang tidak taat aturan disebabkan setidaknya beberapa faktor besar dan jika Anda menginginkan anak taat aturan, atasai penyebab-penyebabnya ini.

1.  Aturannya berlebihan, terlalu tinggi, tidak sesuai usia anak

Contoh, melatih anak batita untuk membereskan mainan setelah bermain adalah positif. Tetapi menetapkan aturan membereskan mainan sebagai kewajiban untuk anak batita adalah berlebihan. Sebab, mereka belum dapat memahami abstraksi dari tanggung jawab. sedangkan konsep berpikir mereka masih konkrit dan sederhana. Melatihnya boleh, tapi memaksanya untuk membereskan mainan sebagai sebuah aturan adalah berlebihan.

Atau contoh lain, meminta anak balita untuk sabar, padahal telah menunggu orangtua 2 jam ngobrol dengan temannya, tanpa balita ini melakukan kegiatan apapun juga berlebihan. Rentang pikiran dan waktu anak-anak balita sangat pendek. Maka adalah hal yang normal jika anak balita cepat bosan atau merasa pusing, capek, dan akhirnya rewel jika harus “nungguin” orangtuanya yang ngobrol dengan temannya selama 2 jam atau lebih tanpa melakukan kegiatan apapun.

Hal lainnya, kadang, sebagian orangtua makin sulit mengendalikan anak karena orangtua terus berfokus pada perilaku anak bukan pada kebutuhan anak. Saat anak rewel, sebagian orangtua terus-terus berusaha berkata “jangan rewel terus dong” dan bukan mencari sebab mengapa anak rewel?  Apa sih yang anak butuhkan sehingga dia jadi rewel?

2. Tidak Melibatkan Anak

Ini hukum universal dari pengambilan keputusan: seseorang akan lebih benergi jika dia melaksanakan keputusan yang dibuatnya sendiri. Seseorang akan sangat sulit memerangi keputusan yang dibuatnya sendiri.

Pun demikian anak-anak, pada saat anak sudah dapat diajak bicara, batasan-batsan, aturan-aturan, konsekuensi dan seterusnya yang terbaik adalah yang melibatkan anak dalam pengambilan keputusan tersebut. Anak akan lebih bertenaga melakukannya. Anak akan malu jika tidak melakukannya. Anak akan lebih terpacu melakukannya. Lihat surat As-Shoffat seperti yang jelaskan dalam Pelatihan Orangtua PSPA tentang karunia Shoffat.

Mengajak anak bicara tidak berarti kita menuruti semua yang anak inginkan. Mengajak anak bicara berarti membuka ruang ide dari anak yang rasional dan penerimaan lebih mudah untuk anak. “Menyimpan handuk itu pada tempatnya. Jika tidak pada tempatnya, handuk itu bisa cepat kotor, lembab dan akhirnya jamuran. Yang rugi kamu sendiri kan? Coba kasih tau Mama, apa yang ingin kamu lakukan agar kamu selalu ingat untuk menyimpan handuk pada tempatnya?”

Mengajak anak bicara berarti mencari solusi-solusi konkrit dan solutif untuk menyelesaikan masalah-masalah dari perilaku anak sebelum mengedepankan hukuman-hukuman.

Atau contoh lain “Kalau mama lagi di Supermarket, kadang Mama harus memilih belanjaan yang banyak jadi butuh waktu banyak. Kalau kamu ikut Mama ke supermarket, berarti kamu harus menunggu. Nah biar kamu tidak bosan saat menunggu, kasih tau mama, ada ide tidak biar kamu tidak bosan”.

3.  Tidak disertai konsekuensi

Setiap aturan agar ditaati membutuhkan konsekuensi. Aturan tanpa konsekuensi, bagaikan macam tanpa gigi. Aturannya sudah dibuat, tapi tanpa disertai konsekuensi, ya tidak punya kekuatan apapun. Misalnya, membatasi anak nonton tv 2 jam sehari. Lalu tidak ada konsekuensi apapun jika anak melebihi batas yang sudah ditentukan? Apa yang kira-kira terjadi. Anak-anak akan terus melanggarnya. Bahkan ada konsekuensi saja dilanggar, apalagi tanpa ada konsekuensi.

Jika tidak ada konsekuensi, saat anak melanggar batas nonton tv, apa yang akan orangtua lakukan? Ngomel lagi, lagi dan lagi. “Harus berapa kali mama bilang, nonton tv itu nggak boleh lama-lama!” atau “Kamu dengar nggak sih mama ngomong?” atau “kenapa sih kalian nggan patuh sama aturan yang mama buat?”

Berbeda jika ada konsekuensi, meski tidak otomatis membuat anak langsung taat (karena bergantung konsistensi kita orangtua), maka anak akan merasa kerugian jika mereka mencoba melanggarnya. Nonton tv boleh, batasannya 2 jam, itu aturan. Konsekuensinya misalnya, yang melanggar batasan, melebihi 1 menit saja dari waktu yang sudah ditentukan, maka hak nonton tvnya dicabut selama 2 hari. Ini memiliiki perbedaan dengan aturan yang tidak memiliki konsekuensi sama sekali.

Contoh lain, anak berleha-leha bangun, malas-malasan bangun. Sudahkah ditentukan aturan paling lambat jam berapa bangun? Lalu bagaimana pula cara membangunkan anak? Jika membangunkan anak dengan teriakan, kepusingan, ketergesa-gesaan, tekanan, itu hanya akan membuat anak tertekan dan akibatnya malah pusing dan tambah rewel. Tapi berbeda jika membangunkan anak dengan cara yang membuat dia exciting bangun: didengarkan musik, bunyi-bunyian yang menyenangkan, didengarkan suara-suara Qur’an, diajak bicara, ngobrol tentang kesukaannya, dst. Lalu dilengkapi dengan ketegasan, konsekuensi-konsekuensi jika bangun melebihi jam sekian. Dst..

4. Inkonsisten

Ketidakpercayaan akan menyulitkan seseorang untuk melaksanakan apa yang diminta. Orangtua yang berbohong pada anak, orangtua yang inkar janji pada anak adalah orangtua-orangtua yang tidak akan pernah mudah lagi dipercaya anak perkataannya.

Orangtua yang melegalkan bohong dan inkar janji pada anak adalah orangtua yang tidak konsisten antara perkataan dan perbuatannya.  Bagaimana mungkin akan mempercayai dan mematuhi orangtua sementara perkataan orangtua sendiri tidak bisa dipegang?

Kata siapa berbohong pada anak itu boleh dan legal (tidak dosa?). Ulama mana yang menyebutkan berbohong dan inkar janji pada anak itu adalah hal yang mubah atau diperbolehkah? Tak satu pun bukan?

Perilaku tidak konsisten orangtua dimulai dari hal sepele seperti saat anak ingin beli mainan waktu berkunjung ke supermarket, lalu orangtua menolaknya. Saat ditolak orangtua, apakah anak-anak akan langsung nurut begitu saja? Tidak dong! Ia akan mencoba “berikhtiar” untuk terus mewujudkan keinginannya. Ikhtiar anak yang paling minimum adalah memasang muka cemberut, merengek dan menangis.

Lalu apa yang orangtua lakukan saat anak cemberut, merengek dan menangis? Jika orangtua memberikan apa yang diminta anak padahal tadi menolaknya “ya sudah sekarang boleh, nanti lagi nggak boleh kayak gitu. Kalau nanti seperti itu lagi, mama tinggal lho!”

Apakah di masa yang akan datang perkataan orangtua seperti itu membuat anak tidak akan mengulanginya lagi? Dijamin 100% justru orangtua sendiri yang mengundang anak mengulanginya lagi, lagi dan lagi. Bahkan saat di waktu lain orangtua berusaha konsisten, justru anak menambah “kualitas ikhtiar” untuk mewujudkan keinginannya, tidak hanya menangis tapi juga: berteriak, melengking, selonjoran di lantai, guling-guling, melempar barang, memukul orangtua. Dan ketika orangtua tidak tahan akhirnya orangtua mengatasinya dengan dua cara shortcut: mencubit anak hingga berhenti atau memenuhi keinginan anak yang tadi ditolaknya (lagi).

Mencubit anak mungkin berbahaya, tapi tahukah parents, justru yang kedua: memenuhi keinginan anak yang tadinya kita tolak, justru jauh lebih berbahaya! Sejak saat itu, anak tidak mudah lagi bisa mempercayai apapun yang dikeluarkan oleh lisan orangtuanya. Akhirnya mengundang upaya orangtua lebih keras. Akhirnya orangtua pun dipancing untuk melakukan tindakan lebih keras: semakin sering membentak, semakin sering mengancam anak dan semakin sering menghukum anak.

Karena pengalaman anak yang seperti ini pula, tidak jarang saya menemukan kejadian, seorang guru di sekolah lebih sulit mengendalikan anaknya sendiri yang di sekolah tempat dia mengajar dibandingkan mengendalikan anak lain. Atau seorang ustadz/ustadzah yang mengajar ngaji, lebih mudah mengendalikan santrinya yang lain dibandingkan anaknya sendiri.

Atau kalau pun Anda bukan guru, sebagian anak yang orangtuanya bukan guru, justru lebih mempercayai gurunya sendiri dibandingkan orangtuanya. Pernahkah Anda mendengar orangtua yang menakuti-nakuti anaknya karena tidak nurut dengan perkataan semacam ini “Mama bilangin lho sama Bu Guru, kalau kamu nggak mau mandi?” Dan sekonyong-konyong ada anak yang langsung nurut begitu saja ketika orangtua ‘menjual’ gurunya agar anak nurut.

Mengapa ada anak yang lebih menuruti perkataan gurunya daripada orangtuanya? Ya penyebab terbesar adalah bahwa gurunya memang punya kredibilitas lebih dibandingkan orangtuanya. Bukan soal kredibilitas kompetensi ilmu, bukan, bukan itu. Tapi lebih kepada kredibilitas konsistensi antara perkataan dan perbuatan. Anak-anak yang lebih mudah nurut gurunya daripada orangtuanya pastila anak-anak yang memiliki pengalaman inkonsisten sebelumnya dengan orangtuanya.

Jika Anda seorang guru, maka jika sudah ‘terlanjur’ anak punya pengalaman inkonsisten dengan orangtuanya, usul Abah, adalah hal lebih baik jika kemudian anak kita ‘dimutasi’ di sekolah lain atau di tempat lain. Jika Anda orangtua yang mengalami kejadian anak yang lebih nurut gurunya, saatnya untuk introspeksi. Anda harus merasakakan “sakit hati” dalam artian positif. Dalam artian bagaimana caranya anak justru harus mulai lagi nurut dan percaya dengan orangtuanya dibandingkan dengan siapapun.

Mulai hari ini jangan pernah lagi berbohong pada anak. Jangan sembarangan mengumbar janji untuk sekadar meredakan kerewelan anak jika Anda tidak berniat benar-benar mewujudkan janji itu.

5. Ketidaktegasan

Aturan dan batasan sudah disepakati, konsekuensi sudah disiapkan dan orangtua pun tak pernah berbohong dan inkar janji. Apakah anak langsung nurut begitu saja saat orangtua berusaha menghentikkan perbuatan buruk anak melalui nasihat dan perkataan?

Modal besar agar anak-anak kita dapat taat aturan dan batasan-batasan terhadap nilai-nilai yang kita anut di keluar agalah: ketegasan! ? Tanpa ketegasan, aturan hanya semacam formalitas semata. Terlalu banyak Peraturan Daerah (perda) hanya sampai diputuskan, tapi berapa banyak yang dilaksanakan?

Sebagai contoh banyak kota besar di Indonesia punya perda larangan merokok di tempat umum. Jakarta, Bandung, dst. Silahkan Anda tunjukkan kepada saya, mana yang dilaksanakan? Ketika tidak disediakan perangkat untuk menegakkan perda itu, maka tidak akan pernah ketegasan. Ketika tidak ada ketegasan, maka jangan harap masyarakat mau melaksanakan.

Saya sering bertanya kepada peserta seminar dan pelatihan yang sering saya lakukan dan akan saya tanya juga kepada Anda: menurut Anda, sebagian besar orang disiplin atau tidak? Berlalu lintas, membuang sampah, atau perilaku-perilaku yang berhubungan kepentingan publik lainnya sejenis ini?

Terserah Anda, tidak tahu bagaimana pendapat Anda. Yang jelas, ketika saya tanyakan ini kepada ribuan orang. Jawaban hampir 100% dari mereka adalah: sebagian besar orang Indonesia tidak disiplin!

Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Menurut saya, Anda boleh tidak setuju tentu, sebagian besar orang Indonesia sangat disiplin. Tapi, ada tapinya, ketika berada di Jepang, ketika orang Indonesia berada di Singapura. Hehehe.

Ih maafkan saya jika dianggap tidak serius. Tapi sungguh saya serius. Mengapa ini terjadi? Mengapa orang Indonesia jika di luar negeri justru jadi bisa disiplin? Di sana ada aturan? Di Indonesia memang tidak ada? Di luar negeri ada konsekuensi? Memangnya setiap undang-undang dan perda yang dibuat di Indonesia tidak disediakan konsekuensinya? Ada lho! Budaya dan lingkungan orang luar negeri sudah bagus? Lho yang membentuk budaya dan situasi lingkungan itu siapa sih? Jadi kita menunggu kita sendiri dibentuk budaya dan lingkungan yang lagi tren?

Ya sudahlah, saya tak mau bicara soal yang muluk-muluk ngurus negara. Saya hanya mau memberi contoh saja untuk kita gunakan untuk menguru keluarga. Tanpa ketegasan orangtua tidak mungkin dipatuhi anak. Tapi ketegasan tidaklah sama dengan kekerasan, ketegasan tidaklah sama dengan banyak ngomong.

Penyakit orangtua saat anak berbuat buruk adalah banyak ngomong, banyak bicara dan akhirnya jadi banyak emosi. Pertanyaan seberapa efektif omongan dan nasihat akan didengarkan anak untuk menghentikkan perbuatan buruk mereka?

Justru yang terjadi adalah, jika kita hanya ngomong doang, energi kita akan terkuras dan kita jadi stress sendiri karena memang kenyataannya hanya kurang dari 10% anak2 saat berbuat buruk lalu dihentikan dengan omongan akan berhenti. Akibatnya, banyak orangtua terus-terusan ngomelin anak "harus berapa kali sih mama bilang?! kamu denger gak sih? Nyimpen sepatu itu pada tempatnya!"

Dan mungkin, karena banyak ngomong, kita akan menyesal dengan omongan-omongan kita. Sebab saat tengah emosi, omongan kita akan kemana-mana.

Jadi apa yang harus dilakukan? Banyak bertindak, dan bukan banyak ngomong! Saat anak berbuat buruk rumusnya adalah banyak bertindak dan bukan banyak bicara. Sebaliknya, saat anak beruat baik, banyak bicara adalah positif.

Tindakan seperti apa? Berikan aturan yang jelas dan berikan konsekuensi yang jelas lalu tegakkan! Tegakkan aturan berarti, Anda tega, tegas, istiqomah dan konsisten dan tidak terpengaruh dengan tangisan, kerewelan, rajukan, intimidasi anak saat anak mencoba menegakkan aturan itu.

Ketika kita menegakkan aturan,  tidak ada istilah “cinta damai”, jika melanggar bisa damai! Dengan sogokan dan lain-lain. Pun demikian juga pada anak "kamu setuju tidak hukuman yang mama berikan?" Meski anak menolak, jika sudah di awal dikomunikasikan, disosialisasikan, maka tegakkan! Karena itu ketegasan berarti penerapan konsekuensi tidaklah bergantung pada penolakan atau persetujuan anak.

Mana ada anak yang mau dihukum? jangankan anak, tidak ada satu pun manusia dewasa yang mau dihukum. Ketika polisi menilang orang yang melanggar lalu lintas tidak mungkin polisi memberi penawarn semacam ini "Anda ikhlas saya tilang?" atau ketika penjahat dipenjara pengadilan gak mungkin meminta persetujuan penjahat untuk memenjarakan dia. Atau Tuhan kita saat di pengadilan akhirat kelak, akankah berkata pada kita “bagaimana manusia, apakah kalian bersedia dimasukkan ke neraka?”

Karena itu, saat anak menolak diberikan hukuman tentu saja adalah hal yang normal. Tak ada satu pun anak yang mau menerima denga ikhlas dihukum sebagaimana kita tak ada satu pun yang mau ikhlas membayar denda tilang, dst. Tapi itulah fungsi kita orangtua untuk menegakkan rule of the games di keluarga. Fungsi rule kadang memang harus memaksa meski tidak semuanya dengan cara memaksa. Karena itu, ketika anak menolak, penerapan konsekuensi sama sekali tidak bergantung dari disetujui atau ditolak anak. Ketika kita menerapkan “no go outside” karena anak melanggar sebuah kesepakatan, ya kunci pintu rumahnya, meski anak menangis, menolak, ya biarkan.

Ketika kita menerapkan no watching tv, ya matikan tv, sita kabelnya meskipun anak sampe meraung, bahkan menghancurkan tv tetap tidak ada tv. Cuma klo sudah merugikan penolakannya, seperti sampai merusak tv, anak harus diberikan konsekuensi tambahan lebih berat.

Tapi ini hanya bagian kecil untuk menghentikkan perbuatan buruk anak. Bagian besar bukanlah pada soal reward and punishment. Jika hanya mengelola reward punishment, percayalah hubungan orangtua dan anak akan garing! Bagian besar lain: bonding orangtua dengan anak, kerelaan waktu orangtua untuk menginstallkan fikroh anak dengan nilai-nilai baik, adalah hal-hal lebih besar lain yang dilakukan untuk anak agar mau berbuat baik dan semakin terhindar dari berbuat buruk. Tapi ini bukan bagian dari tulisan ini. Silahkan Anda baca artikel-artikel lain yang saya buat atau di buku-buku saya. Insya Allah bagian lain ini juga sering dibahas.


Diperbolehkan menyebarkan kembali tulisan ini dengan tetap mencantumkan nama penulis dan situs auladi www.auladi.org sesuai format asli.

10 Kurikulum Yang Pernah Berlaku Di Indonesia

Selasa, 17 Desember 2013 | 2 comments

Adapun Kurikulum yang pernah berlakudi Indonesia adalah:

1. Kurikulum 1947
Bentuknya memuat 2 hal pokok: a. daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, b. Garis-garis besar pengajaran.

2. Kurikulum 1952
Bentuknya memuat 5 hal pokok berikut: a. Pendidikan pikiran harus dikurangi, b. Isi pelajaran harus dihubungkan dengan kesenian, c. Pendidikan watak, d. Pendidikan jasmani, dan e. Kewarganegaraan Masyarakat.

3. Rencana Kurikulum 1964 dan Kurikulum 1964
Bentuknya memuat 5 hal pokok berikut: a. Manusia Indonesia berjiwa Pancasila, b. ManPower, c. Kepribadian Kebudayaan Nasional yang luhur, d. Ilmu dan teknologi yang tinggi, dan e. Pergerakan rakyat dan revolusi.
Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana.

4. Kurikulum 1968
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

5. Kurikulum 1975
Adapun ciri-ciri lebih lengkap kurikulum ini adalah sebagai berikut:
Berorientasi pada tujuan.
Menganut pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).

6. Kurikulum 1984
Adapun ciri umum kurikulum ini adalah sebagai berikut:
Berorientasi kepada tujuan instruksional.
Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Menggunakan pendekatan keterampilan proses.

7. Kurikulum 1994
Adapun ciri umum dari kurikulum ini adalah sebagai berikut:
Sifat kurikulum objective based curriculum
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.

8. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004
Depdiknas mengemukakan karakteristik KBK ialah sebagai berikut.
Menekankan pada ketercapaian komoetensi siswa baik secara individual maupun klasikal
Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatann dan metode bervariasi
Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya poenguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

9. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolahnya.

10. Kurikulum 2013
Ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46
Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman sejawat lainnya.
Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.
Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu ;ebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran.


http://musbir.blogspot.com/2013/07/kurikulum-yang-pernah-berlaku-di.html

Pengertian Peminatan, Lintas Minat dan Pendalaman Minat

| 2 comments


Peminatan lintas minat dan pendalaman minat
 

1.   Pengertian Peminatan
Peminatan adalah suatu keputusan yang dilakukan peserta didik untuk memilih kelompok matapelajaran sesuai minat, bakat, dan kemampuan selama mengikuti pembelajaran di SMA. Pemilihan peminatan dilakukan atas dasar kebutuhan untuk melanjutkan keperguruan tinggi.
Struktur kurikulum merupakan sekelompok matapelajaran yang dapat diikuti dan diambil selama peserta didik menempuh pendidikan seperti tertuang dalam PP No. 32 tahun 2013, Pasal 77B ayat(1) Struktur Kurikulum merupakan pengorganisasian Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, muatan Pembelajaran, matapelajaran, dan beban belajar pada setiap satuan pendidikan dan program pendidikan, dalam ayat (4) Struktur Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengorganisasian matapelajaran untuk setiap satuan pendidikan dan/atau program pendidikan, serta ayat (7) Struktur Kurikulum untuk satuan pendidikan menengah terdiri atas: a. muatan umum; b. muatan peminatan akademik; c. muatan akademik kejuruan; dan d. muatan pilihan lintas minat/peminatan. 

Demikian juga struktur kurikulum SMA sebagaimana tercantum dalam Permendikbud nomor 69 tahun 2013 matapelajaran yang dapat diikuti dan diambil terdiri atas Kelompok Matapelajaran Wajib dan Matapelajaran Pilihan. Matapelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik untuk Sekolah Menengah Atas. Matapelajaran pilihan ini memberi corak kepada fungsi satuan pendidikan, dan didalamnya terdapat pilihan sesuai dengan minat peserta didik. Struktur ini menerapkan prinsip bahwa peserta didik merupakan subjek dalam belajar yang memiliki hak untuk memilih matapelajaran sesuai dengan minatnya.
       a.   Kelompok Matapelajaran Wajib
Kelompok Matapelajaran Wajib merupakan bagian dari pendidikan umum  yaitu  pendidikan  bagi  semua  warganegara  bertujuan memberikan pengetahuan tentang bangsa, sikap sebagai bangsa, dan  kemampuan  penting  untuk  mengembangkan  kehidupan pribadi peserta didik, masyarakat dan bangsa.

       b.   Kelompok Matapelajaran Peminatan
Kelompok matapelajaran peminatan bertujuan:(1)untuk memberikan kesempatan kepadapesertadidikmengembangkan minatnya dalam sekelompokmatapelajaran sesuai dengan minat keilmuannya di perguruan tinggi, dan (2) untuk mengembangkan minatnya terhadap suatu disiplin ilmu atau ketrampilan tertentu. 

Kurikulum SMA dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik belajar berdasarkan minat mereka. Struktur kurikulum memperkenankan peserta didik melakukan pilihan dalam bentuk pilihan Kelompok Peminatan dan pilihan Matapelajaran antar Kelompok Peminatan (Lintas Minat).

      2.   Pengertian Lintas Minat
Dalam Kurikulum 2013, peserta didik selain memilih kelompok matapelajaran (peminatan), mereka diberi kesempatan untuk mengambil matapelajaran dari kelompok peminatan lain. Hal ini memberi peluang kepada peserta didik untuk mempelajari matapelajaran yang diminati namun tidak terdapat pada kelompok mataplajaran peminatan.

      3.   Pengertian Pendalaman Minat
Peserta didik yang memiliki kemampuan akademik di atas peserta didik lain diberi kesempatan untuk mendalami matapelajaran-matapelajaran pada kelompok peminatannya. Hal ini memberi kesempatan bagi peserta didik yang pada matapelajaran tertentu di kelompok peminatannya memiliki kemampuan dan prestasi tertentu sehingga penguasaan terhadap substansi matapelajaran bersangkutan menjadi tumpuan bagi kelangsungan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.


http://die-rosarote-brille.blogspot.com/2013/09/kurikulum-2013-apa-sih-peminatan-lintas_5918.html
 

29 Amalan Pahalanya Berlipat Ganda

Minggu, 13 Oktober 2013 | 0 comments


Oleh: Sulaiman bin Shalih al Kharasyi
Penerjemah: Farid bin Muhammad al-Bathothy
Setiap orang muslim diantara kita tentu menginginkan berumur panjang supaya bertambah kebaikannya. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala beliau ditanya:  Siapakah orang yang paling baik itu? Beliau menjawab:
“Yaitu orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
Kehidupan di dunia ini merupakan tempat untuk menambah dan memperbanyak amalan-amalan yang baik agar manusia senang setelah kematian serta rela dengan apa yang ia kerjakan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitahukan bahwa umur umatnya ini antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, mereka tidak seperti umur-umur umat sebelumnya. Akan tetapi Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menunjukkan mereka kepada perbuatan maupun ucapan yang dapat mengumpulkan pahala yang banyak dengan amalan yang sedikit lagi mudah, yang dapat menggantikan manusia dari tahun-tahun yang berlalu kalau dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya. Dan inilah yang dinamakan dengan “Al-A’maal Al-Mudha’afah” (amalan-amalan yang pahalanya berlipat ganda) yang tidak semua orang mengetahuinya.
Oleh karena itu saya hendak menyebutkan sebagian besar dari padanya pada tulisan yang singkat ini. Dengan harapan agar setiap orang diantara kita menambah umurnya (dengan amalan) yang produktif dalam kehidupan dunia ini. Agar tergolong dari orang-orang yang mengerti (untuk mengambil) selanya. (Kata pepatah): “Darimanakah bahu itu di makan”. Maka mereka memilih dari amalan-amalan tersebut mana yang paling ringan (dikerjakan) oleh jiwa dan paling besar pahalanya. Orang seperti ini bagaikan orang yang mengumpulkan permata-permata yang berharga dari dasar laut sementara manusia yang lain (hanya) mendapatkan ombaknya saja.
Berikut ini akan kami sebutkan amalan-amalan maupun ucapan-ucapan secara berurutan dan singkat, dengan disertai dalil dari setiap ucapan atau amalan yaitu dalil-dalil dari Kitabullah atau dari hadits-hadits yang shahih dan hasan. Allah-lah Yang Maha Pemberi taufiq untuk setiap kebaikan.
1. Silaturrahim
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, maka hendaknya menyambung (tali) silaturrahimnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Berakhlaq yang mulia
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Silaturrahim, berbudi mulia dan ramah pada tetangga (dapat) mendirikan kabilah dan menambah umur.” (HR. Ahmad dan Baihaqi).
3. Memperbanyak shalat di Haramain Syarifain
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik dari seribu (shalat) daripada yang lain kecuali Masjidil Haram, dan shalat di Masjid haram itu lebih baik dari seratus ribu (shalat) daripada yang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
4. Shalat berjama’ah bersama imam
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Shalat berjama’ah itu lebih baik daripada shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Adapun perempuan shalat di rumah, dan hal itu lebih baik daripada mereka shalat di masjid, walaupun di Masjid nabawi. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ummu Humaid-salah satu dari shahabiyat- yang artinya:
“Aku tahu bahwa kamu senang shalat bersamaku, tapi shalatmu di rumahmu itu lebih baik bagimu daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di kamarmu itu lebih baik bagimu daripada shalatmu di tempat tinggalmu. Dan shalatmu di tempat tinggalmu lebih baik bagimu daripada shalatmu di Masjidku.” (HR. Ahmad).
Lalu setelah ini beliau Radhiyallahu ‘anha shalat di penghujung rumahnya di tempat yang gelap sampai beliau menemui ajalnya.
5. Melaksanakan shalat nafilah (sunnah) di rumah
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Keutamaan shalat seorang laki-laki di rumahnya dengan shalat yang dilihat oleh orang banyak seperti halnya keutamaan shalat fardhu atas shalat sunnah.” (HR. Baihaqi dan dishahihkan olah Albani).
Bukti yang menguatkan hal itu juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam shahih:
“Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari dan Muslim).
6. Berhias dengan beberapa adab pada hari Jum’at
Yaitu yang terdapat pada sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang mandi (janabat) pada hari Jum’at kemudian berangkat di awal waktu, mendapatkan khutbah pertama, berjalan kaki tidak naik kendaraan, mendekat dari imam, mendengarkan khutbah dan tidak berbicara maka baginya setiap langkahnya adalah (bagaikan) amalan setahun dari pahala puasa dan shalat (taraweh)nya.” (HR. Ahlus Sunan).
Arti: “Ghassala” adalah membasuh kepalanya, dan ada yang mengartikan: “Menggaulinya isterinya agar matanya tidak melihat yang haram pada hari itu. Sedang arti: “Bakkara” adalah berangkat (ke masjid) di awal waktu. Dan “Ibtikara” adalah mendapatkan khutbah pertama.
7. Shalat Dhuha
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Bila masuk waktu pagi maka setiap jari-jari tangan kamu ada kewajiban shadaqah, lalu setiap (bacaan) tasbih adalah shadaqah, tahmid adalah shadaqah, tahlil adalah shadaqah, takbir adalah shadaqah, amar ma’ruf adalah shadaqah, nahi mungkar adalah shadaqah, dan cukup dari itu semuanya dengan shalat dua raka’at waktu Dhuha.” (HR. Muslim).
Makna: “Sulamaa” adalah lipatan-lipatan organ tubuh seseorang yang berjumlah 360 lipatan/engsel. Dan sebaik-baik waktu shalat Dhuha itu tatkala matahari sangat panas, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Shalat orang-orang yang bertaubat itu ketika anak unta itu terasa sangat panas.” HR. Muslim).
Maksudnya: tatkala anak unta itu berdiri dari tempatnya karena terik matahari yang sangat panas.
8. Menghajikan orang lain atas biayanya setiap setahun
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Kerjakanlah haji dan umrah itu berturut-turut, karena sesungguhnya ia (dapat) menghilangkan kefaqiran dan dosa seperti ubupan (alat peniup api) tukang besi yang menghilangkan karat besi, emas dan perak.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani).
Dan kadang-kadang seseorang tidak bisa melakukan haji setiap tahun, oleh karena itu hendaknya ia menghajikan orang –atas biayanya- yang mampu badannya (dalam mengadakan perjalanan ke Baitullah).
9. Shalat setelah terbitnya matahari
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa shalat subuh dengan berjama’ah kemudian ia duduk sambil berdzikir kepada Allah sampai terbitnya matahari lalu shalat dua raka’at maka baginya seperti ibadah haji dan umrah yang sempurna, yang sempurna, yang sempurna.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani).
10. Menghadiri halaqah-halaqah ilmu di masjid
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang berangkat ke masjid dia tidak menginginkan kecuali untuk belajar sesuatu kebaikan atau mengajarinya maka baginya adalah seperti pahala orang yang beribadah haji dengan sempurna.” (HR. Ath-Thabrani dan dishahihkan oleh Albani).
11. Melaksanakan umrah pada Bulan Ramadhan
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Umrah di Bulan Ramadhan sama dengan haji bersamaku.” (HR. Bukhari).
12. Melaksanakan shalat lima waktu di masjid
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk shalat fardhu maka pahalanya seperti haji.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan olah Albani).
Dan yang lebih utama agar keluar dari rumahnya sudah dalam keadaan suci, bukan bersuci di toilet masjid kecuali dalam keadaan terpaksa dan darurat.
13. Hendaknya berada di shaf yang pertama
Berdasarkan ucapan “irbadh bin sariyah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang yang berada di shaf yang pertama tiga kali, dan shaf yang kedua satu kali. (HR. an-Nasai dan Ibnu Majah).
Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga yang artinya:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya membacakan shalawat kepada orang-orang yang ada di shaf pertama.” (HR. Ahmad dengan sanad yang baik).
14. Shalat di Masjid Quba
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian ia datang ke Masjid Quba lalu shalat di dalamnya maka baginya seperti pahala umrah.” (HR. an-Nasai dan Ibnu Majah).
15. Menjadi Tukang Adzan
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Tukang adzan itu akan diampuni (dosanya) sepanjang suaranya (terdengar), dan dibenarkan oleh orang yang mendengarkannya baik basah maupun kering dan juga baginya pahala orang yang shalat bersamanya.” (HR. Ahmad dan an-Nasai).
Apabila anda tidak dapat menjadi tukang adzan itu maka paling tidak anda harus mendapatkan pahala yang setimpal dengannya, yaitu:
16. Untuk mengucapkan seperti yang dikatakan oleh tukang adzan itu
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Katakanlah seperti yang dikatakan oleh muadzin, bila kamu sudah selesai maka mohonlah (kepada Allah) niscaya dia akan memberimu.” (HR. Abu Daud dan an-Nasai).
Maksudnya: memohonlah setelah kamu selesai menjawab muadzin itu.
17. Puasa Ramadhan dan enam hari di Bulan Syawwal setelahnya
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa Puasa Ramadhan kemudian diikuti enam hari di Bulan Syawwal maka (pahalanya) seperti puasa setahun.” (HR. Muslim).
18. Puasa tiga hari setiap bulan (tanggal: 13, 14 dan 15 Bulan Qomariyah)
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa puasa tiga hari dari setiap bulan maka itulah (pahalanya seperti) puasa setahun.” Kemudian Allah menurunkan firman-Nya sebagai pembenaran dalam kitab-Nya yang artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.” (QS. Al An’am:160). Satu hari sama dengan sepuluh hari (HR. at-Tirmidzi).
19. Memberi makanan untuk berbuka puasa bagi orang-orang yang berpuasa
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang memberikan makanan untuk berbuka puasa bagi orang yang berpuasa maka baginya seperti pahalaya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
20. Shalat pada malam Lailatul Qadr
Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya:
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr:3).
Maksudnya: lebih baik daripada ibadah selama 83 tahun kira-kira.
21. Jihad
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Kedudukan seseorang dalam shaf (jihad) fi sabilillah lebih baik daripada ibadah enam puluh tahun.” (HR. Hakim dan dishahihkan oleh Albani).
Dan ini merupakan keutamaan kedudukan/posisi dalam shaf (jihad), lalu bagaimana dengan orang yang berjihad fi sabilillah dalam tempo berhari-hari, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun?
22. Ar Ribath (bersiap siaga di perbatasan musuh)
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang tetap bersiap siaga (diperbatasan musuh) fi sabilillah dalam satu hari satu malam maka baginya pahala seperti puasa satu bulan penuh dengan shalat malamnya. Dan barang siapa yang meninggal dalam keadaan bersiap siaga maka baginya seperti itu juga pahalanya, dan ia diberikan rezeki serta diamankan dari fitnah.” (HR. Muslim).
Yang dimaksud dengan “fitnah” disini adalah siksa kubur.
23. Amal shalih pada sepuluh Dzulhijjah
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Tidak ada hari dimana amal shalih dalam sepuluh (Dzulhijjah) lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari lainnya.” Para shahabat bertanya: Wahai Rasulullah, juga tidak jihad di jalan Allah? Beliau menjawab: Juga tidak jihad di jalan Allah, kecuali orang yang mengeluarkan dengan harta dan jiwanya sementara ia tidak kembali sedkitpun.” (HR. Bukhari).
24.Mengulang-ulangi beberapa surat Al-Qur’an
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Surat al-Ikhlash sama dengan sepertiga al-qur’an dan surat al-Falaq sama dengan seperempat al-Qur’an.” (HR. ath-Thabarani dan dishahihkan olah Albani).
25. Berdzikir yang pahalanya berlipat ganda dan hal ini banyak (macamnya)
Diantaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika keluar dari (rumah isterinya) Juwairiyah Ummul Mu’minin Radhiyallahu ‘anha disaat pagi hari ketika beliau shalat subuh sedang dia berada di tempat shalatnya. Kemudian Rasulullah pulang setelah shalat dhuha sementara Ummul mu’minin sedang duduk (di tempat shalatnya), seraya beliau bertanya: “Masihkah engkau dalam keadaan yang tatkala aku tinggalkan?” Ummul mu’minin menjawab: Ya, benar. Lalu beliau bersabda:
“Aku telah mengucapkan empat kalimat tiga kali setelahmu seandainya kalimat-kalimat itu ditimbang dengan apa yang kamu ucapkan mulai hari ini pasti (kalimat-kalimat itu) akan lebih berat, yaitu: “Subhaanallahi wa bihamdihi ‘adada khalqihi waridhaanafsihi wazinata’arsihi wamidaada kalimaatihi: maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya, Yang menghitung ciptaan-Nya, Yang ridha dengan Dzat-Nya, berat ‘arsi-Nya dan tinta kalimat-kalimat-Nya.” (HR. Muslim).
Dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu berkata: nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melihatku dan aku sedang menggerakkan bibirku lalu beliau bertanya: “Apa yang kamu ucapkan wahai Abu Umamah? Saya menjawab: Saya berdzikir dan menyebut Allah. Kemudian (beliau mengajariku) lalu bersabda:
“Maukah kamu aku tunjukkan kepada yang lebih banyak (pahalanya) dalam berdzikir kepada Allah di siang hari dan malam hari? Maka ucapkanlah: “Walhamdulillahi mil amaa ahshaa kitaabahu, walhamdulillahi ‘adada kulla syay in, walhamdulillahi mil a kulla syay in: segala puji bagi Allah Yang Menghitung apa yang diciptakan-Nya, segala puji bagi-Nya sepenuh apa yang diciptakan-Nya, segala puji bagi-Nya yang Menghitung apa yang (terdapat) dalam langit dan bumi, segala puji bagi-Nya Yang menghitung apa yang (termaktub) dalam kitab-Nya, segala puji bagi-Nya sepenuh apa yang (termaktub) dalam kitab-Nya, segala puji bagi-Nya Yang Menghitung segala sesuatu, dan segala puji bagi-Nya sepenuh segala sesuatu.”
“Dan hendaklah kamu bertasbih kepada Allah seperti itu” Lalu beliau meneruskan sabdanya: “Pelajarilah (do’a-do’a ini) dan ajarilah orang-orang setelahmu.” (HR. ath-Thabarani dan dishahihkan oleh Albani).
26. Istighfar yang berlipat ganda
Berdasarkan sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang memintakan ampunan bagi orang-orang mu’minin maupun mu’minah Allah akan menulis dari seperti mu’minin maupun mu’minah sebagai satu kebajikan.” (HR. ath-Thabarani dan dishahihkan oleh Albani).
27. Melaksanakan kepentingan manusia
Berdasarkan sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Sesungguhnya bila aku berjalan dengan saudaraku muslim untuk memenuhi suatu hajatnya lebih saya cintai daripada saya beri’tikaf di masjid selama satu bulan.” (HR. Ibnu Abi Dun-yaa dan dihasankan oleh Albani).
28. Perbuatan-perbuatan yang pahalanya senantiasa mengalir sampai setelah mati
Yaitu yang dijelaskan dalam hadits Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Ada empat macam pahala yang selalu mengucur (walaupun) setelah meninggal: “Seseorang yang selalu siap siaga (di perbatasan musuh) di jalan Allah, seseorang yang mengajarkan suatu ilmu maka pahalanya akan selalu mengucur selama ilmu itu diamalkan, seseorang yang memberi shadaqah maka pahalanya akan selalu mengucur (kepadanya) selama (shadaqah tersebut) dipergunakan dan seorang ayah yang meninggalkan anak yang shalih yang mendo’akan kepadanya.” (HR. Ahmad dan Thabrani).
29. Mempergunakan waktu
Hendaknya seorang muslim menggunakan waktunya dengan ketaatan (kepada Allah). Seperti membaca al-Qur’an, berdzikir, ibadah, mendengarkan kaset-kaset yang bermanfaat agar waktunya tidak sia-sia belaka agar ia tidak dilalaikan dimana saat itu tidak bermanfaat lagi kelalaian, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Dua nikmat yang (sering) dilupakan oleh kebanyakan orang, yaitu: kesehatan dan kekosongan (waktu).” (HR. Bukhari).
Allah-lah yang Maha Memberikan taufiq kepada kita semua agar umur kita dipanjangkan oleh-Nya dalam kebaikan. Dan dapat mempergunakan kesempatan-kesempatan yang berlipat ganda (pahalanya) dimana kebanyakan orang melalaikannya.
Diketik ulang oleh Rudi Elprian dari buletin Jeddah Dakwah Center

Sumber: http://fariqgasimanuz.wordpress.com/2011/08/18/amalan-amalan-yang-pahalanya-berlipat-ganda/
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes